LUKISAN THE GUARDIAN SERIES
KARYA AGUS PUTU SUYADNYA
Oleh
Dea
Syahnas Paradita dan Evan Sapentri
BAB
I
A. Latar
Belakang
Agus Putu Suyadnya adalah seorang pelukis yang berasal dari
Denpasar, Bali. Lahir pada tanggal 19 Februari 1985. Suyadnya menyelesaikan
pendidikannya di Jurusan Seni Murni Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Tulisan
ini akan membahas mengenai 3 (tiga) karya lukis karya Suyadnya yang berjudul The Guardian[1]
Series 1 “Babad Pengabdian”, The
Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung”, dan The Guardian Series 3“Janji Sang Penakluk”. Ketiga lukisan tersebut
sempat dipamerkan dalam Duo Art
Exhibition[2] dengan mengambil tema “Kebo Iwa dalam
Goresan Perupa Muda Bali: Pengorbanan Demi Nusantara”. Tema ini diambil karena
sebagian besar masyarakat Bali menganggap bahwa sosok “Kebo Iwa” sering
disamakan dan disejajarkan dengan Maha Patih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Kebo Iwa adalah seorang patih dan panglima kerajaan Bedaulu pada masa
pemerintahan Sri Gajah Waktera yang bergelar Sri Astasura Ratna Bumi, yang
berkuasa di Bali pada awal abad ke-14.
Suyadnya memilih sifat-sifat hero yang dimiliki Kebo Iwa.
Ini terlihat dari beberapa karyanya yang menggambarkan kekuatan, ketangkasan,
dan kegagahan sosok Kebo Iwa dengan dilengkapi berbagai atribut perangnya
berupa pedang dan seragam yang membuat Kebo Iwa terlihat lebih gagah dan kuat. Ada tiga objek yang dipilih
Suyadnya
dalam lukisannya, yaitu kerbau, gajah, dan burung. Dalam menyampaikan ide dan
konsepnya, Suyadnya menerapkan surealisme[3]
pada karyanya. Surealisme pada awalnya merupakan gerakan dalam sastra
appolinaire. Dalam kreativitas seninya, kaum surrealist membebaskan diri dari
kontrol kesadaran, sebebas orang yang sedang bermimpi. Gerakan ini sangat
dipengaruhi oleh ajaran psikoanalisa Sigmund Freud.[4]Suyadnya
menggambarkan Kebo Iwa sebagai seorang guardian.
Suyadnya juga mengeksplorasi lebih dalam dan menceritakan bagaimana Kebo Iwa
membangun dan merawat nusantara hingga menyatukan nusantara (Bali). Nilai-nilai
pengorbanan dan kepahlawanan inilah yang diangkat dan menjadi ide dasar
penciptaan karya The Guardian Series.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis
lukisan The Guardian Series karya Agus Putu Suyadnya dengan menggunakan
pendekatan semiotika Peirce.
C.
Pendekatan Teori
Analisis karya The
Guardian Series dalam tulisan ini menggunakan pendekatan hubungan unsur tanda dari
Charles Sanders Peirce yang disebut sebagai hubungan triadik atau segitiga
semiotika.[5]
Struktur triadik ini terdiri dari objek, ground,
dan interpretan. Pierce kemudian membagi hubungan antara tanda dengan acuannya yang dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon,
indeks, dan simbol.[6] Menurut
Peirce, tanda, atau representamen merupakan yang
pertama berdiri sebagai relasi. Struktur triadik yang kedua, disebut dengan objek, kemudian
sebagai penentu yang ketiga, disebut sebagai interpretan, untuk diasumsikan
sebagai relasi triadik yang sama pada objek yang berdiri sendiri untuk objek
yang sama.[7]
Berikut adalah segitiga semiotika Peirce.
Gambar 1. Struktur Unsur Triadik Peirce
Menurut Peirce tanda mengacu pada kepada sesuatu yang
disebut objek, yang disebut mengaju adalah “mewakili” atau “menggantikan” dan
bukan berarti mengingatkan. Tanda harus dapat ditangkap agar dapat berfungsi.
Tanda hanya dapat berfungsi apabila ada yang menjadi dasarnya (ground).[8]
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
The Guardian Series 1: Babad Pengabdian
Gambar 2: The Guardian Series 1 “Babad
Pengabdian”,
akrilik di atas
kanvas, 200 × 200 cm, 2017,
(Dokumentasi Pribadi, 27 Februari 2017)
Karya Agus Putu Suyadnya ini merupakan
karya lukis dengan ukuran 200 × 200 cm yang dibuat dengan menggunakan cat
akrilik pada tahun 2017. Sosok Kebo Iwa digambarkan sebagai seekor kerbau yang
sedang memasang kuda-kuda dengan memegang erat sebuah pedang berwarna putih.
Seekor burung terlihat sedang hinggap di atas pedang. Kebo Iwa mengenakan
seragam lengkap beserta atributnya. Jubah dan seragam berlapis besi mencengkram
dan mengapit di sekujur tubuh Kebo Iwa. Suyadnya menggambarkan lekuk jubah dan desain seragam yang
dikenakan secara detail sebagai simbol dari kekuatan dan ketangkasan gerak Kebo
Iwa dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya terhadap nusantara (Bali). Berikut analisis lukisan The Guardian Series 1 “Babad Pengabdian”, menggunakan struktur unsur triadik
Peirce.
Gambar 3: Skema The Guardian Series 1 “Babad
Pengabdian”,
Menurut Pierce, hubungan antara tanda
dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Analisis karya Suyadnya yang berjudul The
Guardian Series 1 “Babad Pengabdian” akan dilihat dalam kajian semiotika dan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1: Analisis Ikon, Indeks,
dan Simbol pada lukisan The Guardian
Series 1 “Babad Pengabdian”
Unsur
|
Warna
|
Bentuk
|
Properti
|
Situasi
|
Ikon
|
Warna kulit pada Kebo Iwa menyerupai
warna kulit kerbau pada umumnya.
|
Digambarkan sebagai seorang ksatria/guardian yang gagah dan sigap dengan
menggunakan pakaian perang dan menggenggam pedang yang ditancapkan di tanah.
|
Pakaian perang, pedang, jubah,
pelindung kepala, sarung tangan, pelindung kaki (yang semuanya itu terbuat dari
besi).
|
Siap siaga dengan gagahnya serta
penuh semangat untuk berperang.
|
Indeks
|
Warna langit yang cerah disertai
dengan awan putih yang tebal dan dikelilingi dengan alam yang hijau.
|
Dilihat dari bentuk tubuhnya, Kebo
Iwa berjenis kelamin laki-laki.
|
Properti yang digunakan menunjukkan
bahwa Ia merupakan seorang ksatria/guardian.
|
Rasa berani dan rasa bangga sebagai
ekspresi yang digambarkan Kebo Iwa.
|
Simbol
|
Warna cokelat pada tubuh dan warna silver pada pakaiannya diimpresikan
sebagai sosok Kebo Iwa yang merupakan panglima perang.
|
Pakaian yang digunakan Kebo Iwa
menandakan simbol status diri, serta kekuatan untuk mempertahankan Nusantara
(Bali).
|
Pakaian perang, jubah dan pedang yang
digenggam sebagai simbol dan lambang status diri Kebo Iwa yang sering
disamakan dan disejajarkan dengan Maha Patih Gajah Mada.
|
Warna biru langit menandakan situasi
yang cerah sehingga mendukung Kebo Iwa untuk berperang mempertahankan
Nusantara (Bali).
|
Nama Kebo
Iwa tidak asing lagi bahkan sangat terkenal bagi sebagian masyarakat Bali.
Tidak hanya sebagai nama jalan, nama pura, nama bangunan tetapi juga sebagai
sebuah mitos dan legenda yang diwariskan secara turun-temurun. Berdasarkan skema di atas dapat
dijelaskan bahwa objek kerbau direpresentasikan oleh Suyadnya sebagai
pemuda yang gagah, bertubuh tinggi besar dan sangat sakti. Badan dan tenaganya
yang kuat seperti kerbau dipercaya dapat mengangkat batu-batu yang besar dan memindahkannya
ke tempat-tempat yang diinginkannya. Sosok kebo iwa mengacu kepada sifat yang
dimiliki oleh binatang kerbau bertubuh besar, kuat, tangguh, dan pantang menyerah. Menurut
kepercayaan masyarakat Bali sosok kebo iwa disejajarkan dengan Maha Patih Gajah
Mada dari Kerajaan Majapahit.
2.
The Guardian Series 2: Mendengar Kabar Burung
Gambar 4: The
Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung”,
akrilik di atas
kanvas, 130 × 130 cm, 2017,
(Dokumentasi Pribadi, 27 Februari 2017)
Karya Agus Putu Suyadnya yang kedua ini berukuran 130 × 130
cm yang dibuat dengan menggunakan cat akrilik pada tahun 2017. Sosok Kebo Iwa
digambarkan ditangan kanannya sedang mengenakan tasbih (Japamala) berwarna cokelat yang dirangkai dengan benang berwarna putih. Dalam lukisan
tersebut terdapat seekor
burung berwarna putih yang hinggap di jemari tangan kirinya. Kedua tangan Kebo Iwa
dibalut dengan kain berwarna cokelat. Sosok Kebo Iwa digambarkan dengan tubuh yang kekar,
tangan yang berotot, dada yang besar, dan pandangan mata yang tertuju pada
burung yang hinggap ditangan kirinya. Berikut analisis lukisan The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar
Burung” menggunakan struktur unsur triadik
Peirce.
Gambar 5: Skema
The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar
Burung”,
Menurut Pierce, hubungan antara tanda
dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Analisis karya Suyadnya yang berjudul The
Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung” akan dilihat dalam kajian semiotika dan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2: Analisis Ikon,
Indeks, dan Simbol pada lukisan The Guardian
Series 2 “Mendengar Kabar Burung”
Unsur
|
Warna
|
Bentuk
|
Properti
|
Situasi
|
Ikon
|
Warna tubuh gajah menyerupai warna tubuh
gajah pada umumnya.
|
Seekor burung berwarna putih hinggap
di tangan kirinya. Bentuk tubuh gajah digambarkan menyerupai bentuk tubuh
manusia.
|
Japamala, ikat pinggang, kain
berwarna jingga yang terbalut di kedua tangannya.
|
Situasi yang terlihat pada ikon bahwa
sang gajah yang sedang bersiap siaga menunggu kabar dari sang burung dengan
rasa cemas namun tetap menjaga dirinya dengan berdoa.
|
Indeks
|
Warna tubuh gajah menandakan bahwa
gajah tersebut sudah dewasa.
|
Sang gajah yang sedang memegang
japamala digunakan untuk berdoa agar daerah kekuasaannya (Bali) tetap
terlindungi dari marabahaya.
|
Properti yang digunakan dan bentuk
tubuh gajah yang terlihat,
menggambarkan bahwa gajah tersebut berjenis kelamin laki-laki.
|
Rasa sedih, muram dan gelisah
terlihat dari ekspresi mata sang gajah.
|
Simbol
|
Warna putih pada burung melambang-kan
kesucian. Warna putih pada benang japamala melambangkan kedamaian.
|
Rasa cemas yang terpancar dari sorot
mata sang gajah menggambar-kan adanya tanggung jawab yang dipikul untuk melindungi
Nusantara (Bali). Burung digambarkan sebagai pendamping/ teman sang gajah
untuk mempertahankan Nusantara.
|
Japamala yang digenggam di tangan
kanan sang gajah mengisyaratkan kedekatan sang gajah dengan Tuhan.
|
Warna putih yang digambarkan sebagai
kabut di belakang sang gajah menggambarkan suasana kedamaian.
|
Berdasarkan skema dan tabel di atas, dapat
dijelaskan bahwa Suyadnya memilih dua objek dalam lukisannya kali ini yaitu Gajah dan Burung. Gajah digambarkan sebagai
seorang penjaga yang melindungi daerah kekuasaan kebo iwa. Dapat terlihat disini sang gajah membawa tasbih (Japamala) di
tangan kanannya. Japamala tersebut sebagai simbol penolak bala/marabahaya pada
daerah kekuasaan kebo iwa (Bali). Digambarkan bahwa Japamala tersebut dirangkai
dengan benang berwarna putih, yang mempunyai makna untuk memohon kedamaian.
Sedangkan, objek burung sebagai diimpresikan oleh Suyadnya sebagai pembawa
kabar berita yang akan disampaikan kepada sang penjaga (gajah).
3.
The Guardian Series 3: Janji Sang Penakluk
Gambar 6: The Guardian Series 3 “Janji Sang
Penakluk”,
akrilik di atas
kanvas, 130 × 130 cm, 2017,
(Dokumentasi Pribadi, 27 Februari 2017)
Karya Agus Putu Suyadnya ini merupakan karya lukis dengan
ukuran 200 × 200 cm yang dibuat dengan menggunakan cat akrilik pada tahun 2017.
Sosok Kebo Iwa digambarkan pada tangan kanannya
sedang memegang pedang dengan erat berwarna putih keabu-abuan.
Seekor burung dengan kepala hingga leher berwarna jingga menghadap ke kanan, di
bagian atas badan berwarna coklat kehitaman, dan di bagian bawah hingga kaki
berwarna putih terlihat sedang santai hinggap di tangan kiri Kebo Iwa. Warna
hijau menyelimuti dari kepala hingga pundak Kebo Iwa lengkap dengan kedua
gading putih yang melengkung kedepan. Warna coklat melekat pada tangan hingga
kaki. Ikat pinggang berukuran besar berwarna coklat mengapit erat pada bagian perut. Sementara itu, kedua
tangan Kebo Iwa dibaluti kain berwarna coklat begitupun di kaki kanannya.
Sepatu coklat keemasan yang terlihat sangat kuat dan kokoh melengkapi penampilan
primanya ini ditengah hutan belantara. Pandangan mata yang tajam kedepan, badan
yang sigap dan gagah, begitupun kedua tangan dan kaki yang besar dan berotot.
Agar terlihat lekuk tubuh dan pergerakan Kebo Iwa yang
gagah, Suyadnya menambahkan kain berwarna jingga yang terlihat terpasang
melingkar di bagian pinggul Kebo Iwa. Tempat pedang berwarna putih pun juga
telah disiapkan dan tergantung di bagian pinggul yang mengarah ke samping kiri. Garis-garis
tebal mapun kecil berwarna putih kecoklatan digambarkan sebagai kayu atau akar
yang menghalangi perjalanan Kebo Iwa di tengah hutan belantara. Sebagian besar
bentuknya vertikal terutama pada bagian belakang Kebo Iwa. Di bagian bawah tepat disebelah kaki Kebo
Iwa kayu-kayu atau akar-akar pohon terlihat melilit dibagian kaki kanan dan
kiri Kebo Iwa. Berikut analisis lukisan The
Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk”, menggunakan struktur unsur triadik
Peirce.
Gambar 7: Skema The Guardian
Series 3
“Janji Sang Penakluk”,
Menurut Pierce, hubungan antara tanda
dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikin, indeks, dan simbol.
Analisis karya Suyadnya yang berjudul The
Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk” akan dilihat dalam kajian semiotika dan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3: Analisis Ikon,
Indeks, dan Simbol pada lukisan berjudul The
Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk”
Unsur
|
Warna
|
Bentuk
|
Properti
|
Situasi
|
Ikon
|
Warna tubuh gajah menyerupai warna tubuh
gajah pada umumnya.
|
Bentuk tubuh gajah digambarkan
menyerupai bentuk tubuh manusia. Terdapat seekor burung yang ada di dekat
tangan kirinya.
|
Ikat pinggang, pedang, kain berwarna
cokelat di kedua tangan, kain putih di dada dan di kaki kanan, kain jingga di
pinggang, dan sepatu.
|
Situasi yang terlihat bahwa sang
gajah menunjukkan sikap siap siaga dan bersemangat untuk berperang.
|
Indeks
|
Warna cokelat pada badan hingga kaki
melambangkan sifat kedewasaan.
|
Kepalan tangan yang memegang pedang
menunjukkan kesiapan untuk berperang dan melakukan perjalanan pengembaraannya
dengan melewati berbagai ujian dan rintangan.
|
Properti dan lekuk tubuh menunjukkan
bahwa sang gajah berjenis kelamin laki-laki.
|
Rasa semangat dan jiwa yang berani
untuk berperang sebagai wujud ekspresi yang ada pada manusia.
|
Simbol
|
Warna putih yang terpancar di
belakang sosok gajah mewakili sebuah rasa harapan yang besar untuk Kebo Iwa
dalam menaklukkan rintangan di tengah hutan belantara.
|
Bentuk badan yang sigap, sorot mata
yang tajam merupakan simbol keberanian dan kesiapan Kebo Iwa dalam
menaklukkan Nusantara.
|
Pakaian yang digunakan sebagai simbol
seorang prajurit yang sudah terbiasa mengemban amanah dalam menjemput
janji-janjinya untuk menyatukan Nusantara.
|
Warna hitam pekat yang dituangkan
dalam karya tersebut menyelimuti perjalanan Kebo Iwa sehingga suasananya
terlihat mencekam.
|
Dari skema dan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa objek
gajah diimpresikan sebagai sosok Kebo Iwa, seorang patih dan panglima kerajaan
Bedaulu pada masa pemerintahan Sri Gajah Maktera. Kebo Iwa digambarkan sebagai
pemuda yang gagah, bertubuh tinggi besar dan sangat sakti. Objek gajah
diartikan mempunyai kemiripan fungsi dengan manusia yaitu memiliki kemampuan,
kekuatan, dapat bergerak, dan sebagai simbol kecerdasan dan ketangkasan. Kebo Iwa diimpresikan sebagai
penjaga/palang pintu (guardian) dalam terbentuknya nusantara (Bali). Suyadnya
lebih mengedepankan sisi hero/kepahlawanan sang Kebo Iwa. Warna putih terpancar
dibagian belakang Kebo Iwa. Ini menandakan bahwa Kebo Iwa sedang melakukan
perjalanan pengembaraannya melewati beberapa ujian dan rintangan selama
perjalanan dan semakin lama melangkah keadaan hutan belantara akan semakain gelap.
Mata yang tajam tertuju kedepan dengan jelas membawa tujuan dan harapan Kebo
Iwa dalam menyatukan Nusantara (Bali). Cengkraman tangan yang kokoh membawa
pedang dibalut kain di kedua tangan dan kaki dibagian kanan melambangkan bahwa
sosok Kebo Iwa sudah sering mengalami pengembaraan jauh menghadapi medan tempur
apapun itu resikonya. Rasa sakit, luka, dan kepedihan hampir tak dirasakan oleh
Kebo Iwa. Suyadnya sangat cerdik memberikan sentuhan visual dengan menambahkan
kain putih yang membaluti kedua tangan, kaki kanan, dan dada, sekaligus sebagai
simbol kekuatan akan rasa pedih yang dirasakan Kebo Iwa dalam mengarungi
berbagai medan selama proses pengembaraannya itu. Ikat pinggang yang terlihat
sangat kuat mengikat dan melekat di bagian perut sebagai pertahan Kebo Iwa
dalam melakukan pergerakan dan mobilitasnya selama pengembaraan.
Burung kecil yang selalu menemani perjalanannya itu dapat
dijadikan sebagai teman dan sebagai pengintai musuh yang hendak mendekat. Ruang
gerak kaki yang terlihat cekatan dengan dibalut dengan sepatu yang kokoh
ditengah lebatnya hutan belantara. Suyadnya mengambarkan kaki kanan di depan
dan kaki kiri di belakang dengan posisi condong atau sedang membentuk posisi
kuda-kuda, menandakan akan sigapnya sosok Kebo Iwa hingga memperhatikan detail
setiap langkahnya. Postur badan yang sigap dan tegap dengan posisi tangan kanan
yang memegang erat sebuah pedang sebagai simbol kesiapan sang Kebo Iwa untuk
menjemput janji-janjinya. Sebuah sejarah yang menjadi akhir pergulatan antara
patih kerajaan Bali dengan patih Gadjah Mada dari Majapahit yang bersumpah
untuk menyatukan nusantara.
BAB III
KESIMPULAN
Suyadnya menggambarkan sosok kebo iwa
yang rela mengorbankan hidupnya untuk menyatukan nusantara (Bali). Ketiga
lukisan ini merupakan representasi wujud dan upaya kebo iwa untuk memperkuat
dan memperkokoh kekerabatan dan jaringan dalam membangun partner spirit of
Nusantara. Suyadnya juga merepresentasikan kecintaannya terhadap tanah kelahirannya (Bali)
yang diwujudkan secara artistik dalam bentuk lukisan The Guardian Series
dengan objek kerbau, gajah dan burung yang merupakan simbol kepercayaan
masyarakat Bali.
Surealisme ini terlihat dari ketiga karya tersebut dimana
Suyadnya menggambarkan sosok Kerbau, Gajah, dan burung yang seolah-olah mewakili dan
merepresentasikan wujud, sifat, kebiasaan, dan tingkah laku yang dimiliki oleh
manusia, dalam hal ini adalah Kebo Iwa yang disamakan dan disejajarkan dengan
Maha Patih Gadjah Mada dari kerajaan Majapahit. Kebo Iwa digambarkan sebagai
sosok pemuda yang gagah, bertubuh tinggi besar dan sangat sakti.
Suyadnya menggambarkan objek kerbau, gajah, dan burung
sebagai bentuk representasi dari manusia. Gambaran Kebo Iwa dalam wujud Kerbau dan Gajah dapat diartikan sebagai simbol kekuatan dan ketangkasan
sang guardian (penjaga) dalam
mempertahankan dan melindungi nusantara (Bali).
DAFTAR PUSTAKA
D. Innis,
Robert (ed.), 1986, Semiotic: An
Introductory Reader,
London:
Hutchinson.
Mc. Neese,Tim,
2006,Salvador Dali: The Great Hispanic
Heritage,
USA:
Infobase Publising.
NurKartikasari,
Novia, 2015,Surealisme dan Metafora dalam
Kolase
Visual Thief Karya Resatio Adi Putra, Tesis: Universitas Gadjah Mada.
Sahid, Nur, 2016, Semiotika untuk Teater, Tari, Wayang Purwa, dan
Film,
Semarang: Gigih Pustaka Mandiri.
Suryana,
Jajang, 2015, Tinjauan Seni Rupa,Yogyakarta:
Graha
Ilmu.
van
Zoest, Aart, 1993, Semiotika:
Tentang Tanda, Cara Kerjanya
dan Apa yang kita
Lakukan Dengannya, Jakarta: Yayasan
Sumber Agung.
[1]Guardian diartikan sebagai a person who protects something (Seseorang yang melindungi sesuatu), Oxford Advanced Learner’s Dictionary.
[2]Duo Art Exhibition merupakan sebuah pameran seni seni rupa yang digelar di
Bentara Budaya yaitu kolaborasi antara I Gede Arya Sucitra dan Agus Putu
Suyadnya. Pameran ini dilaksanakan dari tanggal 21-28 Februari 2017.
[3] Surealisme berasal
dari kata surreal yang memiliki arti more than real (lebih dari nyata), Tim
Mc. Neese, Salvador Dali: The Great
Hispanic Heritage, (USA: Infobase Publising, 2006), 12.
[4]Jajang Suryana, Tinjauan Seni Rupa, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2015), 203.
[5] Semiotika berasal
dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu
tanda. Selengkapnya baca Aart van Zoest, Semiotika:
Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya, (Jakarta:
Yayasan Sumber Agung, 1993), 1.
[6]Nur Sahid, Semiotika untuk Teater, Tari, Wayang Purwa,
dan Film, (Semarang: Gigih Pustaka Mandiri, 2016), 5-6.
[7] Charles S. Pierce, “Logic
as Semiotic: The Theory of Signs”, dalam Robert E. Innis (ed.), Semiotic: An
Introductory Reader, (London: Hutchinson, 1986), 6.
[8] Nur Sahid, 2016, 5.
Woow kajiannya...thanks 😊
BalasHapus