SEMIOTIKA
DALAM SENDRATARI RAMAYANA PRAMBANAN
ADEGAN
JATAYU SANG PEMBAWA KABAR
Oleh:
Kawuryansih Widowati dan Ditta Novita Astuti Kusumo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berbicara mengenai sejarah
berdirinya Sendratari Ramayana Ballet
Prambanan tentu tidak akan pernah terlepas dari peran Djatikusumo yang
merupakan penggagas utama dari pertunjukan Sendratari Ramayana. Djatikusumo
yang pada tahun 1960 menjabat sebagai pimpinan Departemen Perhubungan Darat,
Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata (PDPTP) mendapat tugas untuk meninjau
berbagai proyek wisata di beberapa negara. Pada saat menyaksikan Ballet Royal du Camboja di Candi Angkor
Watt Kamboja, timbullah gagasan Djatikusumo untuk menciptakan proyek pementasan
tari khusus seperti tarian ballet di
Ankor Watt. Melalui perenungan berulang kali yang dilakukan di Candi Prambanan,
Djatikusumo kemudian memutuskan untuk menghidupkan kembali epos Ramayana
seperti yang terukir di candi tersebut ke dalam bentuk drama tari, tanpa dialog
dan narasi yang kala itu diistilahkan sebagai ”ballet”.
Sejak tahun 1961 sampai saat ini,
Sendratari Ramayana Prambanan telah mengalami banyak perubahan dan
perkembangan. Perubahan dan perkembangan tersebut dapat dilihat dari segi
manajemen pengelolaan, panggung, pembagian lakon, jumlah grup pengisi pentas,
jadwal pementasan, dan lain-lain. Sehingga, istilah bahwa pertunjukan
Sendratari Ramayana Prambanan hanya dipentaskan pada saat bulan purnama di
panggung terbuka sudah tidak berlaku lagi saat ini.
Sajian bentuk pertunjukan
Sendratari Ramayana Prambanan berbeda-beda dalam setiap pementasannya. Hal ini
tergantung dari masing-masing grup yang menjadi pelaku seni dalam pertunjukan
tersebut. Masing-masing dari grup pengisi pentas diberi kesempatan untuk
mengolah serta mengembangkan sajian bentuk pertunjukan sesuai dengan
kreativitas mereka sendiri, entah dalam hal penggarapan gendhing ataupun dalam hal penggarapan gerak. Namun, yang perlu mereka ingat ketika
berkreasi adalah cerita yang dibawakan haruslah cerita Ramayana dan konsep
garapan pertunjukannya yang berbau tradisi Jawa khususnya Surakarta ataupun
Yogyakarta.
Grup Kasanggit merupakan salah satu
grup pengisi pentas Sendratari Ramayana Prambanan yang sudah cukup lama ikut
bergabung. Grup ini menyajikan bentuk pertunjukan yang lebih didominasi oleh
gaya Surakarta. Para pengrawit ataupun penari yang tergabung dalam grup ini
berasal dari masyarakat sekitar di wilayah Prambanan dan Yogyakarta. Biasanya
dalam satu bulan sekali masing-masing grup pengisi pentas diberi kesempatan
untuk mengisi sekitar 2 sampai 4 kali. Tetapi bisa juga lebih dari itu,
tergantung dari jadwal yang sudah ditetapkan oleh Unit Teater dan Pentas PT
Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko selaku pengelola dari
pertunjukan tersebut.
Pertunjukan Sendratari Ramayana
Prambanan yang disajikan oleh Grup Kasanggit memiliki elemen-elemen yang
terdapat dalam sajian pertunjukannya. Elemen-elemen yang muncul dalam
pertunjukan ini akan nampak berbeda apabila panggung yang digunakan dalam pementasan
tersebut berbeda pula. Dalam hal ini penulis telah melakukan pengamatan secara
langsung pada pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan yang disajikan oleh
Grup Kasanggit. Pertunjukan tersebut diselenggarakan di panggung tertutup
Ramayana Prambanan. Terkait dengan alasan diselenggarakannya pementasan di
panggung tertutup adalah karena pada bulan November-April merupakan musim
penghujan sehingga tidak memungkinkan apabila diselenggarakan di panggung
terbuka.
Dalam makalah ini, penulis tidaklah
sepenuhnya menganalisis tentang elemen-elemen yang terdapat dalam pertunjukan
Sendratari Ramayana Prambanan secara penuh. Penuh yang dimaksud adalah
keseluruhan pementasan dari awal sampai akhir. Penulis hanya mengambil pada
adegan Jatayu. Alasannya adalah adegan Jatayu dianggap menjadi salah satu
elemen penting dari sajian pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan. Dalam
cerita Ramayana, Jatayu merupakan salah satu tokoh yang memberitahu Rama
mengenai sosok yang menjadi dalang dari penculikan Dewi Sinta. Selain itu dalam
adegan ini juga memiliki banyak varian gerak dan permainan lighting yang
memiliki makna berbeda-beda tergantung dari konteks cerita dari setiap
adegannya.
B. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk menjelaskan dan menganalisis mengenai elemen-elemen tanda yang terdapat
dalam pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan di panggung tertutup yang
difokuskan pada adegan Jatayu.
C. Pendekatan
Teori
Pendekatan semiotika digunakan oleh
penulis dalam menganalisis elemen-elemen yang terdapat dalam pertunjukan
Sendratari Ramayana Prambanan dalam adegan Jatayu. Penganalisisan ini
menggunakan teori teater dari Kowzan. Kowzan mengatakan bahwa prinsip kerja
semiotika teater berangkat dari unit-unit signifikansi yang terdapat dalam
tontonan teater itu sendiri. Kowzan juga menyebutkan bahwa terdapat 13 macam
sistem tanda dalam pertunjukan teater. Ketiga belas tanda tersebut adalah : 1)
kata; 2) nada; 3) mime; 4) gesture; 5) gerak; 6) make-up; 7) hair style; 8) kostum; 9) properti; 10) setting; 11) lighting; 12) music; 13) sound effects. Lebih lanjut lagi Kowzan
mengatakan bahwa segmentasi pada kelompok 1-8 merupakan segmentasi yang
berhubungan langsung dengan aktor, sedangkan kelompok 9-13 berada di luar
aktor.
Meskipun dalam hal ini yang dikaji
adalah seni pertunjukan yang berbentuk sendratari, namun penggunaan teori
teater dari Kowzan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis sistem tanda
yang terdapat dalam pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan. Pada dasarnya
teater dan tari hampir memiliki struktur yang sama. Letak perbedaannya adalah
pada sistem tanda kata. Dalam hal ini segmentasi dari teori teater Kowzan yang
digunakan untuk menganalisis elemen-elemen tanda pada Sendratari Ramayana
Prambanan dimulai dari segmen nomor 2 sampai 12.
BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan
mengenai elemen-elemen yang terdapat dalam sajian pertunjukan Sendratari
Ramayana Prambanan disajikan dalam bentuk tabel beserta penjelasannya di bagian
bawah tabel. Tahap pembagian adegan Jatayu kemudian
diuraikan menjadi empat tabel, dan dianalisis menggunakan
teori dari Tedeuz
Kowzan yang berkaitan dengan sistem, tanda dan
makna yang terkandung pada elemen-elemen tersebut. Tetapi sebelumnya perlu diketahui bahwa
dari semua rangkaian adegan, tidak ada para penari yang berganti kostum, make-up, ataupun hair style. Sehingga penjelasan mengenai ketiga elemen tersebut
tertuang dalam tabel bagian pertama dan untuk bagian tabel kedua sampai keempat
hanya dijelaskan untuk karakter tokoh yang berbeda. Uraian tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Penerapan Sistem Tanda
Kowzan dalam Adegan Jatayu Terbang
Tokoh : Jatayu
No
|
Sistem
|
Tanda
|
Makna
|
1
|
Mimik
|
Dagu menengadah dan melebarkan mata
|
Kehebatan Jatayu
|
2
|
Gesture
|
Kedua lengan diangkat ke atas menyudut ke samping
kanan dan kiri serta kaki diangkat satu dengan bentuk menyiku ke arah depan
|
Kegagahan seorang raja burung
|
3
|
Gerak
|
Loncat di tempat
Srisig ke
segala penjuru arah
Onclang menyudut
ke samping kiri kemudian ke trecet ke belakang
Aksi berputar dari depan menuju ke belakang
|
Kelincahan
Mengawasi situasi dan kondisi di langit
Memperlihatkan kegesitan
Ketangkasan dan kekuatan
|
4
|
Make-up
|
Make-up
karakter Jatayu
(model mata sipatan)
|
Mata yang tajam
|
5
|
Hair
style
|
Udalan (rambut pasangan berbahan dasar wol warna hitam
dengan panjang sebahu)
|
Menunjukkan tokoh ksatria yang gagah
|
6
|
Kostum
|
Irah-irahan
Jatayu,
udalan, cucuk manuk, kace, epek timang, sabuk,
uncal, kathok panji Jatayu, rampek, binggel taji,
kotang Jatayu,
swiwi Jatayu.
|
Raja burung
|
7
|
Properti
|
Sayap
|
Menambah Aksen Gerak
|
8
|
Lighting
|
Lampu warna biru dan lampu yang di-filter menggunakan motif
awan
|
Suasana di langit
|
9
|
Musik
|
Lancaran Jatayu Pelog Barang (racik)
Lancaran Jatayu Pelog Barang(lamba)
|
Suasana bahagia dan jiwa semangat
Menekan emosi jiwa yang bersemangat menjadi lebih
menonjolkan suasana yang agung
|
Analisis tabel
pertama
digunakan delapan sistem tanda yang diuraikan sesuai dengan penyajian Jatayu
pada saat terbang. Sistem penanda itu diantaranya, mimik, gesture,
gerak, make-up, hair
style, kostum,
properti, lighting, dan musik. Pada sistem tersebut memiliki satu kesatuan
struktur penyanjian yang tidak dapat dipisahkan dalam menggambarkan Jatayu yang sedang terbang untuk mengintai keadaan di langit.
Tentu saja dalam menganalisis pemaknaan ini digunakan pembacaaan oleh cara
pandang Roland Bathes, first orders of signification dan second orders of
signification. Dalam adegan pertama dalam
analisis ini menggunakan tahap first orders signification, dijabarkan
dalam pertunjukan tersebut terlihat
jelas pada mimik, gerak, dan gesture yang melekat pada penari yang
memerankan tokoh Jatayu. Ketiganya merupakan sistem tanda nada atau
paralinguistik yang termasuk sistem tanda yang paling dekat dengan sistem tanda
bahasa dan sistem tanda kinetik.
Sistem kinetik ini merupakan sebuah tanda yang terlihat dari Jatayu pada saat
bergerak onclang kedepan dan
kesamping, kemudian terbang kedepan dan kebelakang dengan ditandai dengan gerak
trecet yang dapat menggambarkan kelincahan dan kegagahan. Didukung dengan
ekspresi mimik dengan melebarkan mata dan menegadahkan wajah dan gesture kedua
tangan diangkat keatas, yang terlihat menonjol pada telapak tangan yang
ditekuk, menambah aksen gagah serta sikap kaki kanan dan kiri yang ditekuk
siku-siku secara bergantian. Patrice Pavis mengungkapkan tentang fungsi gesture
situasi ucapan, untuk menjadi deiksis dan merupakan suatu tanda yang
mengindikasikan presensi panggung dan presensi aktor, yakni sebagaimana gesture
tak dapat dipisahkan dengan aktor yang membuatnya, sehingga ia selalu
disesuaikan dengan panggung melalui deiksis-deiksis badani yang tak terhitung
yang dimulai dengan sikap, padangan sekilas atau presensi pisik semata
(Elam,1981: 72-73).
Gambar 1.
Sikap Jatayu ketika jojor (sikap
kaki lurus sebagai proses untuk menjadi siku)
Gambar di atas menunjukan
beberapa sistem tanda yang merupakan pendukung dari karakter Jatayu. Sistem
tanda tersebut ialah sistem tanda make-up, sistem tanda gaya rambut,
sistem tanda kostum, dan sistem tanda properti. Sistem tanda make-up bagi
Lichte (1991:69) makna yang diproduksi dengan sitem tanda make-up atau
topeng hanya menunjuk makna-makna yang diagnosis. Make-up Jatayu mengunakan riasan sipatan (
garis hitam yang ditarik, dari kedua daerah kelopak mata dan bawah mata, yang
ditarik dari ujung mata bagian dalam menuju pelipis mata) sehingga membuat
karakter mata yang tajam, dan hanya dirias setengah wajah dari dahi hingga
bawah hidung. Pada bagian bawah hidung hingga dagu digunakan tutuk Jatayu
atau paruh Jatayu. Kemudian tata rambut yang digunakan adalah udalan
atau rambut palsu yang bewarna hitam yang bentuknya melebar dan rata namun
pendek. Merupakan simbol kegagahan pada struktur bagian tubuh Jatayu yang juga
ditandai dengan warna hitam yang dapat diartikan bahwa umur Jatayu digolongkan
muda. Selain itu, tanda kostum menjadi hal identifikasi awal bahwa Jatayu
merupakan seekor burung, hal tersebut dapat dilihat pada gambar pertama
terdapat jelas, pada kostumnya terdapat aksen emas, yang membentuk pola sisik,
baik pada sayapnya, kotang Jatayu, celana panji, serta irah-irahan Jatayu yang
khas bahwa simbol itu merupakan simbol mahkota raja, dalam hal ini Jatayu
sebagai raja burung. Begitu juga kaki Jatayu yang diberi binggel taji (gelang
kaki dengan hiasan taji). Pada kostum sayap ini bisa digunakan sebagai properti
untuk penggambaran terbang dan aksen gerak.
Hubungan antara
penari Jatayu dan sistem hal yang dijelaskan diatas tersebut tentu saja
diperkuat dengan bentuk ruang yang menjadi arena pentas, yang mengambarkan
keadaan di langit. Hal tersebut telihat dari sebuah bentuk stage di
Gedung Trimurti, Prambanan, yang membentuk tapal kuda yang tiga perempatnya
sebagai arena penyajian. Pada saat penari Jatayu terbang, ia berusaha menguasai
panggung dari segala penjuru arah,seolah-olah menggambarkan burung yang terbang
meruang secara penuh. Pada saat itu
diperkuat dengan lighting yang didominasi dengan warna biru, dan
digunakan filter awan, yang menimbulkan efek seperti benar keadaan di langit,
yang telah di-setting bergerak seperti hal yang nyata dilangit. Lighting
sangat berguna untuk memperkuat dan mengangkat dramatik pada saat suatu adegan
tertentu sehingga dapat melahirkan makna-makna yang membedakan fungsi.
Hal lain yang memperkuat dramatik dari adegan Jatayu pada
saat terbang ialah iringan tari. Makna musik dalam teater setidaknya harus
mencakup empat aspek berikut : 1) Makna -makna musik yang bertalian dengan
ruang dan gerak, 2) Makna-makna yang bertalian dengan objek-objek dan aksi-aksi
dalam ruang, 3) Makna-makna yang bertalian dengan karakter, suasana hati dan
kondisi, dan emosi, 4) Makna-makna bertalian dengan sebuah ide.
Pada Jatayu terbang dalam memantau keadaan dilangit dipergunakan struktur gendhing
Lancaran Jatayu Pelog Barang (racik). Pada struktur gendhing tersebut terdapat satu kali
delapan hitungan terdapat dalam satu gongan. Lancaran Jatayu ini
digunakan tempo racik (cepat), hal
tersebut melahirkan makna yang ceria,
semangat, dan juga kelincahan, hal tersebut koheren dengan gerak , mimik, dan
gesture Jatayu sebagai gambaran burung. Makna ide ini ditumpahakan pada iringan
tari yang disesuaikan terhadap tokoh siapa yang sedang tampil sesuai dengan
karakternya. Maka penata iringan dalam memberikan gambaran tentang ekspresi
musik yang sesuai Jatayu, juga mempengaruhi nama judul gendhingnya.
Semua
uraian yang telah dijelaskan pada adegan pertama merupakan hal-hal yang bermakna
denotasi, yang berarti bahwa makna tersebut muncul secara langsung dari tanda
yang ada dalam pertunjukan itu sendiri, dan terdapat kesepakatan makna dalam
sistem pemaknaannya. Perlu diketahui pula bahwa dalam sistem pemaknaan tidak
hanya makna denotasi saja yang perlu dijelaskan, tetapi terdapat pula makna
konotasi yang terselubung dalam seni pertunjukan.
Makna
konotasi merupakan makna-makna yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial,
moral, dan ideologis dalam suatu komunitas atau penonton.
Pada adegan Jatayu Terbang diceritakan bahwa Jatayu sedang terbang di angkasa,
dengan didukung kostum serta lighting hal tersebut lebih memperjelas bahwa
Jatayu memang sedang terbang di angkasa. Makna konotasi yang terdapat dalam
adegan ini adalah bahwa sama seperti manusia, di dunia ini para binatang
memiliki kebebasan serta kesempatan untuk menikmati hidup dan semua itu mereka
wujudkan dengan caranya masing-masing. Untuk itu hendaknya sebagai makhluk yang
memiliki akal, manusia hendaknya turut serta dalam menjaga kehidupan para binatang,
agar kehidupan yang ada dalam alam ini berjalan seimbang.
Tabel 2
Penerapan Sistem Tanda
Kowzan dalam Adegan Rahwana Membawa Sinta Menuju ke Alengka
Tokoh : Rahwana, Sinta, Jatayu
No
|
Sistem
|
Tanda
|
Makna
|
1
|
Mimik
|
Rahwana: Senyum sinis dengan mata yang berbinar
|
Bahagia berhasil mendapatkan Sinta
|
|
|
Sinta: Mengernyitkan dahi dan memalingkan muka
dari wajah Rahwana
|
Bersedih dan tidak berkenan bila dibawa Rahwana ke
Alengka
|
|
|
Jatayu: Membesarkan mata
|
Melihat ada sesuatu yang ganjil
|
2
|
Gesture
|
Rahwana:
Tangan kanan ditekuk di samping kanan dada,
sedangkan tangan kiri membawa sampur Sinta dengan posisi lurus ke samping
kiri.
Tangan kanan ditekuk di samping kanan dada,
sedangkan tangan kiri memegang pinggang Sinta.
|
Terbang membawa Sinta
Menjaga Sinta
agar tidak lepas dari genggaman Rahwana
|
Sinta:
Tangan kiri ditekuk siku diarahkan ke samping
kanan wajah sedangkan kanan memegang pangkal sampur di depan pusar.
Tangan kiri ditekuk siku diarahkan ke samping
kanan wajah sedangkan kanan memegang ujung sampur di depan pusar.
|
Enggan dibawa Rahwana
Menolak dirayu, didekati, dan disentuh oleh Rahwana
|
Jatayu : Menelangkupkan kedua tangan di depan
pusar
|
Istirahat dari aktivitasnya memantau keadaan langit
|
3
|
Gerak
|
Rahwana:
Srisig
ke segala arah dengan sikap kambeng
Kambeng kanan,
junjung kanan, nampani Sinta dan kambeng kiri, junjung
kiri, nampani Sinta
|
Terbang
Memandang Sinta
|
Sinta:
Srisig sesuai dengan arah Rahwana, tangan kiri tawing kanan dan tangan kanan ngithing trap cethik.
|
Menolak namun tidak berdaya
|
Jatayu: tanjak
|
Sedang berdiam
|
4
|
Make-up
|
Rahwana: alis gagah, warna dasar muka merah, warna
putih di dahi, pelipis mata dan hidung, warna hitam dari lubang air mata
menuju tulang pipi, siung di pojok kedua bibir bagian bawah, kumis (Make-up
karakter raja raksasa)
|
Jahat, kejam, bengis
|
Sinta: alis luruh, eyeshadow warna gelap, godheg
luruh, urna, bibir warna merah, blush on pink (make-up karakter putri
luruh)
|
Putri luruh yang halus
|
Make-up
karakter Jatayu sudah tertera dalam tabel pertama.
|
5
|
Hair
style
|
Rahwana:
Gimbalan sepunggung (rambut pasangan berbahan dasar wol warna hitam
dengan panjang sepunggung)
Sinta:
Uren panjang (rambut
panjang sepantat)
Jatayu:
Hair
style karakter Jatayu sudah tertera dalam
tabel pertama.
|
Menunjukkan tokoh raja besar
Menunjukkan seorang putri yang anggun
|
6
|
Kostum
|
Rahwana : Irah-irahan makutho warna merah,
sumping oncen manik, udalan, kelat bahu, kace, simbar dada, slempang, boro
samir, uncal, jarik parang latar pethak, sabuk cindhe
warna merah, celana cindhe warna merah, epek timang, gelang binggel,
gelang kain, sampur gendhala giri warna kuning
|
Pakaian raja yang gagah dan memiliki tingkat kelas
yang tinggi dengan dominasi warna merah yang diartikan sebagai raja yang
jahat
|
|
|
Sinta: irah-irahan putri luruh, mekak beludru
hitam, kalung panunggal, sampur
gombyok warna orange, sabuk, jarik parang curiga, sumping, subang.
|
Pakaian untuk putri luruh
|
Kostum untuk karakter Jatayu sudah tertera dalam
tabel pertama.
|
7
|
Properti
|
Rahwana : sampur gendhala giri kuning
|
Menggambarkan kegagahan saat terbang
|
Sinta: sampur gombyok warna orange
|
Menggambarkan Sinta dibawa terbang oleh Rahwana
|
Jatayu : Sayap
|
Menambah Aksen Gerak
|
8
|
Lighting
|
Lampu warna biru dan lampu yang difilter gambar
awan
|
Suasana di langit
|
9
|
Musik
|
Vokal Tunggal Sekar Rujid yang dinyanyikan
oleh sindhen dengan diiringi kethuk dan gender.
|
Sereng
(mencekam)
|
Adegan kedua ialah gambaran bertemunya Jatayu dan Rahwana beserta Sinta
yang dibawa terbang ke langit. Pada uraian diatas hubungan paling terlihat
ialah ketiga tokoh yang masing-masing identitas karakternya berbeda. Hal
tersebut terlihat pada kostum yang menjadi simbol kebaikan dan kejahatan
didalam Sendratari
Ramayana Prambanan. Dalam tahap analisis yang kedua ini, digunakan second orders of
signification, yang merupakan sebuah konsep yang mental lain yang
menandai dari yang menandai dari gesture, dan mimik , untuk menjadi lebih jelas. Contoh dalam analisis ini
ialah warna kostum merah di dalam wayang Wong dan Sendratari
Ramayana ini menajadi suatu konvensi dari pelaku budaya atau pewaris aktif.
Kostum warna merah dapat dinyatakan langsung sebagai warna pihak yang jahat, penuh angkara murka, walaupun tidak selamanya tokoh
yang menggunakan warna merah adalah berkarakter jahat, contoh : Gunawan Wibisana Bathara Brahm, dan Srikandi. Sedangkan pada
kostum pada karakter yang baik diidentikkan dengan warna hitam, ungu tua, biru tua, dan hijau.
Kecuali pada karakter binatang, mereka akan disesuaikan dengan selera dari pada
penata kostum atau sutradara dalam pementasannya atau dari sebuah konvensi
dunia tari dan pedalangan. Hal lain didukung dengan sitem tanda make-up,
pada karakter tokoh Rahwana yang didominasi warna merah pada wajah dan sapuan
warna putih pada daerah pelipis mata dan siungnya yang menunjukan keras,
menyeramkan, dan berkarakter jahat yang bergolongan karakter raksaksa. Begitu
juga dengan rambut Rahwana seperti yang digunakan oleh Jatayu, menggunakan udalan
dengan ukuran lebih panjang dan tebal dan menggunakan irah-irahan tropong atau
makuta dibalut warna merah, yang menunjukan kegagahan seorang Raja dari
Alengka. Pada tata rias tokoh Sinta digunakan rias putri oyi atau luruh,
dan kostum sebagai identitas Sinta bewarna hitam. Pada hiasan kepalanya
menggunakan irah-irahan Sinta, yang ditandai dengan warna hitam di
bagian thotok-nya. Tata rambut yang dipergunakan oleh Sinta menggunakan oren (rambut panjang warna hitam yang
menjuntai panjang ) yang dapat diasumsikan sebagai seorang yang anggun, kalem,
dan feminin. Pada aspek visual sistem tanda make-up, konstum, dan rambut tentu
saja dapat mengidentifikasi karakter jahat dan baik diantara Rahwana dan Sinta.
Pada tahap analisis ini sampur Rahwana dan Sinta dapat digunakan sebagai
properti, sebagai nilai estetik dalam menambah aksen gerak dan mengungkapkan
makna-makna pada suatu kondisi adegan tertentu. Contoh sampur yang digunakan
oleh Sinta
dipegang erat oleh Rahwana, sebagai simbol untuk mencencang sinta agar dalam
perjalannya ke Alengka, tidak lepas dari genggamannya. Rahwana yang pada saat
terbang membawa Sinta disimbolkan dalam gerak srisig, hal sama juga dilakukan Sinta. Pada sampur yang digunakan
Rahwana sedikit digerakan, untuk memberi kesan getar, yang dapat diartikan
sebagai gambaran terkena angin ketika terbang. Ekspresi mimik dan gesture Rahwana
terdapat kesan bahagia ketika berhasil menculik Sinta dari Rama. Bentuk senyum
sinis dan gesture dengan sikap kambeng memperkuat karakter dari
bahagianya Rahwana membawa Sinta. Berbanding terbalik dengan Sinta mimik dan gesturenya terdapat kesedihan, terlihat
ia mengernyitkan dahi, dan wajah murungnya ketika dibawa terbannga Rahwana.
Ruang panggung menjadi aspek penting dalam sebuah
pertunjukan. Ruang tersebut, dalam hal ini menjadi wadah untuk menuangkan
tokoh-tokoh dalam suatu bentuk pergelaran sendratari. Menurut Lichte ruang
panggung dapat diimplikasikan fungsi praktis maupu simbolik. Hal tersebut yang
pertama direfleksikan pada aksi penari Jatayu pada yang disampaikan ditabel
pertama, kemudian yang kedua ketika Jatayu sedang beristirahat sejenak dari
aktivitasnya tiba-tiba melihat Rahwana sedang terbang membawa Sinta. Mengetahui
hal tersebut, Jatayu menghampiri mereka, dan merebut Sinta dari genggaman
Rahwana maka ketiga tokoh tersebut bertemu dalam suatu ruang panggung yang sama
sehingga dalam ceritanya terjadi konflik yang tegang. Konflik yang tegang itu
diringi dengan suara kendhangan yang dipukul dengan keras atau sampak,
yang bermula pada suatu iringan yang lambat (antal)sebelumnya ketika
Jatayu sedang beristirahat. Adegan yang tegang tersebut mempengaruhi kecepatan
musik pengiringnya
untuk memperkuat cerita yang sedang berlangasung. Ketegangan itu diwarnai
dengan terjadinya peperangan diantara Rahwana dan Jatayu. Terdapat
pula hal lain yang terdapat dalam adegan tersebut, terlihat dari perubahan warna lampu yang kemudian
diberi aksen warna merah yang dipadukan dengan lampu warna biru. Warna merah
pada adegan tersebut dapat menambah penggambaran konflik dalam situasi yang
mencengangkan.
Makna
konotasi yang terdapat pada adegan Rahwana terbang membawa Sinta ini adalah
bahwa makna ini berkaitan dengan nilai-nilai moral dalam kehidupan. Mencuri
bukanlah suatu tindakan yang terpuji. Mencuri tidak hanya bisa mencelakai diri
orang lain tetapi juga mencelakai diri sendiri. Sangsi yang diberikan dari tindakan
mencuri itu pun bukan hanya berupa sangsi hukuman dari masyarakat, semuanya
bisa menjalar ke dalam sangsi yang berupa hukum negara atau sangsi agama yang
mana semuanya saling berkaitan satu sama lain.
Tabel 3
Penerapan Sistem Tanda
Kowzan dalam Adegan Jatayu Berperang Melawan Rahwana
Tokoh : Rahwana, Sinta, dan Jatayu
No
|
Sistem
|
Tanda
|
Makna
|
1
|
Mimik
|
Rahwana: Mata melotot, wajah tegang
|
Marah atau murka
|
Sinta: Mengernyitkan dahi dan sedikit membesarkan mata
|
Kaget dan khawatir
|
Jatayu: Membesarkan mata, wajah tegang
|
Heran dan marah
|
2
|
Gesture
|
Rahwana:
Kedua tangan membuka lebar kesamping dan diletakan
dipinggang
Sikap tancep dan sikap kedua tangan yang dibuka lebar
sejajar dengan bahu, dan tangan kiri di tekut menyiku.
Loncatan kaki secara berulang
|
Kesal terhadap Jatayu
Murka ingin menyerang Jatayu
Menghindar, menyerang , menangkis
|
Sinta :
Gerak tangan didominasi dengan mengunakan sampur, yang
selalu menutupi mukanya
|
Sedih, khawatir, mengangis, dan gelisah
|
Jatayu :
Kedua tangan dibuka lebar dan telapak tangan menekuk
mengahadap sudut
Kedua tangan dibuka lebar buka tutup, mengangkat satu
kaki secara berulang dan bergantian
Tangan kanan menutup
Tangan kiri menutup
|
Marah, kesal, dan sesegera menyerang Rahwana
Menyerang Rahwana mengibaskan sayapnya, dan memukul
kepala Rahwana
Sayap kanan terpenggal oleh pedang Rahwana
Sayap kiri juga terpenggal oleh pedang Rahwana
|
3
|
Gerak
|
Rahwana:
Ulap-ulap
Onclang
ke arah Jatayu
Mbabit pedhang
|
Melihat Jatayu yang telah merebut membawa Sinta
Menghampiri Jatayu
Memotong sayap dan mencoba membunuh Jatayu
|
|
|
Sinta:
Tawing kanan
gejug kiri, tawing kiri gejugkanan
|
Kesedihan, dan kegelisahan
|
Jatayu:
Onclang, kabruk
|
Melawan Rahwana
|
(4)Make-up, (5) Hair style , dan (6) Kostum yang digunakan oleh penari tidak
mengalami perubahan. Semuanya sudah dijelaskan dalam tabel kedua.
|
7
|
Properti
|
Rahwana :
Sampur gendhala giri
kuning
Pedang
|
Menggoda Sinta dan Terbang
Untuk menyerang dan membunuh Jatayu
|
Sinta:
Sampur gombyok
warna orange
|
Menolak untuk dibawa Rahwana ke Alengka
Untuk memukul wajah Rahwana
Mengusap air mata
|
Jatayu :
Cucuk Manuk dan Sayap
|
Senjata untuk melawan Rahwana dengan cara menggigit dan memukul menggunakan
sayap
|
8
|
Lighting
|
Lampu general dan merah
|
Suasana peperangan
|
9
|
Musik
|
Sampak
Jatayu Nlambung Pelog Barang
dilanjutkan srepeg
Sampak (Jatayu dan Hunusan Pedang)
|
Keberanian Jatayu merebut Sinta dilanjutkan
peperangan Jatayu melawan Rahwana
Jatayu terkena sabetan dibagian sayap disusul hunusan
pedang perut
|
10
|
Nada
|
Suara Rahwana
“oouughhh...highsss”
“Ooughh... hissss”
“yecghhh...”
“Howahhh...”
“Hwaaahhhh....Hweeehhhwisss....”
“Hwosssss....”
“Hwesssss....”
(Semua dilakukan dengan nada tinggi)
|
Marah, dan kesal
Tak menyangka berhasil memenggal sayap Jatayu bagian
kanan
Berhasil memenggal sayap kiri
Menusuk leher Jatayu
Mukul wajah Jatayu
Menendang wajah Jatayu
Menendang Wajah Jatayu sebelum perrgi, mencampakan
|
Tabel ketiga menunjukan situasi yang tegang, antara
Jatayu dan Rahwana. Situasi ini dimulai pada saat Jatayu menubruk Rahwana saat
terbang membawa Sinta, dan kemudian Rahwana terguling. Tahap tersebut dialisis
kembali dalam suatu first orders of signification, yang dimana adegan
tersebut mengandung banyak unsur makna denotasi. Pada saat terguling Rahwana sontak mengeluarkan
ekspresi suara “oouughhh...highsss”. Dalam pertunjukan sendratari Ramaya Ballet
ini tidak menggunakan bahasa dalam praktek lingusitik, tetapi terdapat beberapa
faktor pola titinada (pitch), kenyaringan (loudness), tempo dan
warna nada merupakan karakteristik karakteristik paralinguistik atau
suprasegmental berkaitan dengan vokal seorang pembicara (Elam,1991 :79). Hal yang dikemukakan Elam tentu saja
memberikan informasi penting tentang keadaan, intensi, dan sikap pembicara.
Rahwana pada adegan ini banyak mengeluarkan vokal-vokal yang memperlihatkan
makna-makna tertentu saat adaegan perang dengan Jatayu. Vokal - vokal tersebut dijabarkan oleh George
L. Tanger yang menyebutkan bahwa vocalizations
(vokalisasi-vokalisasi) membaginya
menjadi tiga hal yakni vocal characterizer ( vokal karakteristik), vocal
qualifiers (sifat-sifat vokal), dan vocal segregates (bunyi vokal
terpisah-pisah).Vokal karakteristik yang terlontar dari Rahwana ialah
berteriak yang menggambarkan suara raksaksa dalam suatu tindakan-tindakan
perang yang ditujukankepada Jatayu, dengan sifat oval dengan tingkat intensitas keras dan titi
nada tinggi. Pada bunyi vokal yang terpisah-pisah terlihat dalam
“Hwaaahhhh....Hweeehhhwisss....” yang memukul wajah Jatayu sebanyak dua kali. Gesture
dan mimik lebih tegang dari bada adegan kedua. Gerakan Rahwana dan Jatayu
yang saling menyerang menggunakan gerak tubrukan dengan properti pedang yang
digunakan untuk menebas sayap dan menusuk Jatayu. Sedangkan Sinta melakukan
gerak tawing kanan, dan kiri,
kemudian mengambil sampurnya sebagai alat untuk mengusap air mata kesedihan dan
kekhawatiran Jatayu. Iringan tari yang digunakan untuk mengiringi adegan ini Sampak Jatayu Nlambung Pelog Barang
dilanjutkan srepeg, kemudian sampakyang digambarkan akhir dari peperangan ketika Rahwana
menghunuskan
pedang. Ritme pada gendhing yang mengiringi cepat, dan membangkitkan suasana
perang. Begitu juga dengan permainan lampu yang menunjukan iklim konflik yang
mencengkam, antara perpaduan warna merah dan general.
Makna
konotasi yang terdapat dalam adegan ini adalah adanya makna-makna yang juga
mengandung pesan-pesan moral. Tidak semua kubu baik menang terlebih dahulu di
awal, mereka bisa saja kalah diawal. Tetapi sesungguhnya kekalahan yang dialami
orang baik jauh lebih bermartabat daripada kemenangan orang jahat. Orang baik
akan tetap dikenang mesti sudah mati sekalipun dan memiliki posisi yang lebih
tinggi daripada orang jahat. Yakinlah bahwa orang jahat suatu saat nanti juga
akan mengalami kekalahan.
Tabel 4
Penerapan Sistem Tanda
Kowzan dalam Adegan Jatayu Mati
Tokoh : Jatayu, Lesmana, dan Rama
No
|
Sistem
|
Tanda
|
Makna
|
1
|
Mimik
|
Rama :
Melebarkan matanya dan
mengerutkan alis
|
Kaget, marah, mengira Jatayu membawa kabur menculik
Sinta
|
Lesmana :
Membesarkan mata, menngernyitkan sedikit alisnya, otot
bibir tertarik ke dalam
|
Kaget, heran, sedih,
|
Jatayu :
Mengecilkan mata, sehingga terlihat sipit dan
mengerutkan otot-otot wajah.
|
Tanda kesakitan , ketidakberdayaan , dan dalam keadaan kritis
|
2
|
Gesture
|
Rama :
Memegang tangan Jatayu, dan berdiri dengan sikap tanjak
Jengkeng dengan menyampirkan sampur kiri kearah dada
sebelah kanan.
|
Membantu Jatayu bangun untuk menunjukan arah dimana Rahwana
membawa Sinta pergi
Mendoakan Jatayu
|
|
|
Lesmana :
Sikap berdiri dengan kaki kanan yang mancat dan
membentanggkan tangan dalam sikap ngeruji ke arah Rama
Memegang tangan Jatayu, dan berdiri dengan sikap tanjak
Jengkeng dengan menyampirkan sampur kiri kearah dada
sebelah kanan.
|
Memberi tahu agar Rama tidak membunuh Jatayu
Membantu Jatayu bangun untuk menunjukan arah dimana Rahwana
membawa Sinta pergi
Mendoakan Jatayu
|
Jatayu :
Berguling-guling
Memberikan sayap kepada Rama dan Lesmana,kemudian
tangan kanan membentang lurus ke arah kanan penari
|
Tanda kesakitan , ketidakberdayaan , dan dalam keadaan kritis
Memberikan informasi tentang arah Rahwana membawa Sinta
pergi.
|
3
|
Gerak
|
Rama:
Tangan kanan ngithing memegang sayap Jatayu
dengan posisi jengkeng
Srisig
menuju arah belakang
Sampir sampur
|
Membiarkan Jatayu membiarkan sesuatu hal yang
ingin disampaikan kepadanya
Berjalan menuju ke arah belakang
Berduka
|
Jengkeng membawa gendewa milik Rama
Srisig menuju arah belakang
Sampir sampur
|
Hormat kepada Rama
Berjalan menuju ke arah belakang
Berduka
|
|
|
Jatayu: Mengarahkan tangan ke pojok kanan depan
|
Memberitahu bahwa Sinta telah diculik Rahwana
|
4
|
Make-up
|
Rama: Alis gagah, eyeshadow gelap, godheg, urna,
blush on, bibir warna merah
|
Ksatria yang gagah berani
|
Lesmana: Alis gagah, eyeshadow gelap, godheg,
urna, blush on, bibir warna merah
|
Ksatria yang gagah berani
|
Make-up
untuk karakter Jatayu sudah dijelaskan dalam tabel pertama.
|
5
|
Hair
style
|
Rama:
Rambut pendek tanpa
udalan
Lesmana:
Rambut pendek tanpa
udalan
Hair style untuk karakter Jatayu sudah dijelaskan dalam
tabel pertama.
|
Menandai bahwa yang bersangkutan tergolong ksatria
muda
Menandai bahwa yang bersangkutan tergolong ksatria
muda
|
6
|
Kostum
|
Rama: Irah-irahan gelung, jarik parang curiga
berlatar coklat, sampur warna orange, uncal, epek timang, sabuk, bara samir,
slempang, sumping, kelat bahu, binggel, endhong panah.
|
Pakaian ksatria berhati baik
|
|
|
Lesmana: Irah-irahan gelung, jarik parang
curiga berlatar coklat, sampur warna orange, uncal, epek timang, sabuk, bara
samir, slempang, sumping, kelat bahu, binggel, endhong panah.
|
Pakaian ksatria berhati baik
|
Kostum untuk Jatayu sudah dijelaskan dalam tabel
pertama.
|
7
|
Properti
|
Rama :
Sampur
Gendewa
dan nyenyep
|
Menambah aksen gerak dan meditasi
Mencoba memanah Jatayu karena dianggap lancing
|
Lesmana: Sampur
|
Menambah aksen gerak dan meditasi
|
Jatayu : Sayap
|
Menunjukkan arah Sinta yang telah dibawa Rahwana
|
8
|
Lighting
|
Hijau
Biru
|
Suasana hutan
Suasana duka dan berkabung atas kemtian Jatayu
(arwah Jatayu menuju ke angkasa)
|
9
|
Musik
|
Tembang Megatruh Pelog Barang lanjut
sampak
|
Kesedihan akan kematian Jatayu
|
Dalam tabel keempat, juga menggunakan analisis tentang,
cara melihat adegan yang dijelaskan dengan first orders signification, yang
juga terdapat makna denotasi, atau sebagai tanda dan penanda. Yakni Ketika
Jatayu ditemukan terkapar oleh Lesmana, Rama berusaha untuk segera membunuh
Jatayu, dengan satu gerakan ancang-ancang memanah, akan tetapi usaha tersebut digagalkan oleh
Lesmana, dengan membentangkan tangannya yang meberikan pengertian bahwa Jatayu
bukanlah pelaku yang membawa Sinta hilang dari hutan Dandaka. Gesture dan
mimik yang terlihat oleh Lesmana telihat dari
bentuk mata yang tambah lebar,
mengernyitkan sedikit alis, dan otot bibir tertarik ke dalam serta didukung
gesture yang membentakan tangannya untuk menghentikan Rama. Ekspresi dari Rama
melebarkan matanya dan mengerutkan alis,
kemudian ia begerak srisig untuk segera menghampiri Jatayu dan Lesmana.
Pada saat Jatayu terguling-guling dan berkeinginan untuk memberitahu Rama dan
Lesmana tentang arah Rahwana pergi, Jatayu meminta tolong untuk dibangunkan
oleh keduanya. Kemudian Jatayu tangan kanan membentang lurus ke arah kanan
penari, seakan-akan memberikan informasi tentang perginya Rahwana menbawa
Sinta. Tahap second orders signification adalah melihat karakter Rama
dan Lesmana ialah tokoh putra halus. Hal ini terlihat dari sistem tanda make-up,
rambut, dan kostum. Sistem make-up yang melekat pada Rama dan
Lesmana sama dalam karakter putra halus. Begitu juga dengan tata rambut yang
pendek tanpa udalan dan kostum hampir sama unsur-unsurnya yang ditandai dengan nuansa warna hijau, dan
dianggap karakter yang baik.
Berbagai sistem tanda lainnya ialah musik sebagai pengiringnya
menggunakan iringan tembang Megatruh Pelog Barang, yang menggambarkan
kesedihan, bahwa Jatayu gugur. Kemudian didukung dengan menggunakan lighting
yang didominasi warna biru,yang menandakan duka dan berlangsungnya doa yang dipanjatkan oleh Rama dan Lesmana.
Makna
konotasi yang terdapat dalam adegan ini hampir sama dengan adegan yang ketiga.
Matinya orang baik akan tetap dikenang dan didoakan oleh banyak orang.
Arwahnyapun akan pergi dengan tenang. Satu hal lagi yang bisa dimaknai dari
adegan ini adalah bahwa orang baik dalam hidupnya akan selalu memberi manfaat
kepada orang lain, sehingga dalam hidupnya tidak ada yang sia-sia.
BAB III
KESIMPULAN
Melalui
pendekatan semiotika, Sendratari Ramayana Prambanan dapat dianalisis dengan
menggunakan sistem tanda teater milik Kowzan. Penganalisisan tersebut dapat
dilihat melalui sistem-sistem tanda yang muncul pada saat pertunjukan
berlangsung. Meskipun dalam penganalisisannya menggunakan teori teater, namun
teori ini dapat menunjukkan kaitan antara sistem tanda dan makna-makna secara
lebih detail yang disesuaikan pula dengan konteks sajian pertunjukan.
Sistem-sistem
tanda yang muncul dalam pertunjukan tersebut memiliki makna yang saling
berkaitan antara satu sama lain. Keterkaitan sistem tanda tersebut melahirkan
makna denotasi dan konotasi . Makna denotasi dapat dilihat dari sistem tanda
yang digunakan diantaranya adalah mimik, gesture, gerak, make-up, hair-style, kostum, setting, properti, nada dan musik.
Dalam sistem tanda gesture, mimik, dan gerak yang diwakili oleh tubuh dan
ekspresi penari memiliki makna yang berbeda-beda. Pemaknaan sistem tanda
tersebut disesuaikan dengan suasana yang muncul dari setiap adegan itu sendiri.
Sistem tanda make-up, hair style, dan kostum melahirkan
pemaknaan yang berbeda-beda pula. Sistem tanda tersebut memunculkan karakter
tersendiri dari setiap tokoh yang diperankan oleh para penari. Hal tersebut
dapat diamati dari warna, corak, dan garis yang terdapat dalam kostum yang
digunakan oleh para penari. Selanjutnya melalui sistem tanda setting, properti,
nada dan musik, peneliti mampu melihat suasana yang muncul dari setiap adegan.
Dari suasana tersebut akan turut pula menentukan gerak, gesture, dan mimik.
Sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya, pemaknaan keduabelas sistem tanda yang
terdapat dalam pertunjukan tidak berdiri sendiri. Mereka sangat kompleks dan
saling mempengaruhi satu sama lain Hal
ini tentunya disesuaikan dengan konteks dari pertujukan itu sendiri.
Setelah
mengetahui makna denotasi yang terdapat dalam pertunjukan Ramayana Prambanan,
secara tidak langsung dapat pula mengetahui dan memahami makna konotasi yang
terdapat di dalam pertunjukan tersebut. Makna konotasi dapat diketahui dari
penggabungan semua sistem tanda yang muncul pada setiap adegan. Melalui
penggabungan analisis sistem tanda ini, dapat diketahui bahwa didalamnya terdapat
makna konotasi yang didalamnya terkandung pesan-pesan yang muncul secara
tersirat. Makna konotasi yang terdapat dalam pertunjukan Ramayana Ballet banyak
memiliki pesan-pesan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan ajaran kehidupan.
Pesan tersebut diantaranya adalah ajaran untuk menjaga dan menghargai kehidupan
binatang, dampak buruk dari tindakan mencuri, kekalahan yang dialami orang baik
jauh lebih bermartabat, serta manfaat menjadi orang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Moehkardi.
2011. Sendratari Ramayana Prambanan Seni
dan Sejarahnya. KPG bekerja sama dengan PT. Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan dan Ratu Boko:Jakarta.
Sahid,
Nur. 2016. Semiotika Untuk Teater, Tari,
Wayang Purwa, dan Film. Gigih Pustaka Mandiri:Semarang.
Zoest,
Art van. 1993. Semiotika Tentang Tanda,
Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya:Yayasan Sumber Agung.
Jakarta.
Moehkardi, Sendratari Ramayana Prambanan
Seni dan Sejarahnya,(Jakarta: KPG bekerja sama dengan PT. Taman Wisata
Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko: 2011), 49-51