LUKISAN THE GUARDIAN SERIES DALAM KAJIAN SEMIOTIKA

LUKISAN THE GUARDIAN SERIES
KARYA AGUS PUTU SUYADNYA
DALAM KAJIAN SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PIERCE
Oleh
Dea Syahnas Paradita dan Evan Sapentri


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Agus Putu Suyadnya adalah seorang pelukis yang berasal dari Denpasar, Bali. Lahir pada tanggal 19 Februari 1985. Suyadnya menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Seni Murni Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Tulisan ini akan membahas mengenai 3 (tiga) karya lukis karya Suyadnya yang berjudul The Guardian[1] Series 1 “Babad Pengabdian”, The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung”, dan The Guardian Series 3“Janji Sang Penakluk”. Ketiga lukisan tersebut sempat dipamerkan dalam Duo Art Exhibition[2] dengan mengambil tema “Kebo Iwa dalam Goresan Perupa Muda Bali: Pengorbanan Demi Nusantara”. Tema ini diambil karena sebagian besar masyarakat Bali menganggap bahwa sosok “Kebo Iwa” sering disamakan dan disejajarkan dengan Maha Patih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit. Kebo Iwa adalah seorang patih dan panglima kerajaan Bedaulu pada masa pemerintahan Sri Gajah Waktera yang bergelar Sri Astasura Ratna Bumi, yang berkuasa di Bali pada awal abad ke-14.
Suyadnya memilih sifat-sifat hero yang dimiliki Kebo Iwa. Ini terlihat dari beberapa karyanya yang menggambarkan kekuatan, ketangkasan, dan kegagahan sosok Kebo Iwa dengan dilengkapi berbagai atribut perangnya berupa pedang dan seragam yang membuat Kebo Iwa terlihat lebih gagah dan kuat. Ada tiga objek yang dipilih Suyadnya dalam lukisannya, yaitu kerbau, gajah, dan burung. Dalam menyampaikan ide dan konsepnya, Suyadnya menerapkan surealisme[3] pada karyanya. Surealisme pada awalnya merupakan gerakan dalam sastra appolinaire. Dalam kreativitas seninya, kaum surrealist membebaskan diri dari kontrol kesadaran, sebebas orang yang sedang bermimpi. Gerakan ini sangat dipengaruhi oleh ajaran psikoanalisa Sigmund Freud.[4]Suyadnya menggambarkan Kebo Iwa sebagai seorang guardian. Suyadnya juga mengeksplorasi lebih dalam dan menceritakan bagaimana Kebo Iwa membangun dan merawat nusantara hingga menyatukan nusantara (Bali). Nilai-nilai pengorbanan dan kepahlawanan inilah yang diangkat dan menjadi ide dasar penciptaan karya The Guardian Series.

B.  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis lukisan The Guardian Series karya Agus Putu Suyadnya dengan menggunakan pendekatan semiotika Peirce.

C.    Pendekatan Teori
Analisis karya The Guardian Series dalam tulisan ini  menggunakan pendekatan hubungan unsur tanda dari Charles Sanders Peirce yang disebut sebagai hubungan triadik atau segitiga semiotika.[5] Struktur triadik ini terdiri dari objek, ground, dan interpretan. Pierce kemudian membagi hubungan antara tanda dengan acuannya yang dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol.[6] Menurut Peirce, tanda, atau representamen merupakan yang pertama berdiri sebagai relasi. Struktur triadik yang kedua, disebut dengan objek, kemudian sebagai penentu yang ketiga, disebut sebagai interpretan, untuk diasumsikan sebagai relasi triadik yang sama pada objek yang berdiri sendiri untuk objek yang sama.[7] Berikut adalah segitiga semiotika Peirce.
 



Gambar 1. Struktur Unsur Triadik Peirce

Menurut Peirce tanda mengacu pada kepada sesuatu yang disebut objek, yang disebut mengaju adalah “mewakili” atau “menggantikan” dan bukan berarti mengingatkan. Tanda harus dapat ditangkap agar dapat berfungsi. Tanda hanya dapat berfungsi apabila ada yang menjadi dasarnya (ground).[8]
                                                                                   

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN


1.   The Guardian Series 1: Babad Pengabdian




 Gambar 2: The Guardian Series 1 “Babad Pengabdian”,
 akrilik di atas kanvas, 200 × 200 cm, 2017,
(Dokumentasi Pribadi, 27 Februari 2017)

          Karya Agus Putu Suyadnya ini merupakan karya lukis dengan ukuran 200 × 200 cm yang dibuat dengan menggunakan cat akrilik pada tahun 2017. Sosok Kebo Iwa digambarkan sebagai seekor kerbau yang sedang memasang kuda-kuda dengan memegang erat sebuah pedang berwarna putih. Seekor burung terlihat sedang hinggap di atas pedang. Kebo Iwa mengenakan seragam lengkap beserta atributnya. Jubah dan seragam berlapis besi mencengkram dan mengapit di sekujur tubuh Kebo Iwa. Suyadnya menggambarkan lekuk jubah dan desain seragam yang dikenakan secara detail sebagai simbol dari kekuatan dan ketangkasan gerak Kebo Iwa dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya terhadap nusantara (Bali). Berikut analisis lukisan The Guardian Series 1 “Babad Pengabdian”, menggunakan struktur unsur triadik Peirce.












 Gambar 3: Skema The Guardian Series 1 “Babad Pengabdian”,


Menurut Pierce, hubungan antara tanda dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Analisis karya Suyadnya yang berjudul The Guardian Series 1 “Babad Pengabdian” akan dilihat dalam kajian semiotika dan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1: Analisis  Ikon,  Indeks,  dan Simbol pada lukisan The Guardian
    Series 1 “Babad Pengabdian”

Unsur
Warna
Bentuk
Properti
Situasi
Ikon
Warna kulit pada Kebo Iwa menyerupai warna kulit kerbau pada umumnya.
Digambarkan sebagai seorang ksatria/guardian yang gagah dan sigap dengan menggunakan pakaian perang dan menggenggam pedang yang ditancapkan di tanah.
Pakaian perang, pedang, jubah, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung kaki (yang semuanya itu terbuat dari besi).
Siap siaga dengan gagahnya serta penuh semangat untuk berperang.
Indeks
Warna langit yang cerah disertai dengan awan putih yang tebal dan dikelilingi dengan alam yang hijau.
Dilihat dari bentuk tubuhnya, Kebo Iwa berjenis kelamin laki-laki.
Properti yang digunakan menunjukkan bahwa Ia merupakan seorang ksatria/guardian.
Rasa berani dan rasa bangga sebagai ekspresi yang digambarkan Kebo Iwa.
Simbol
Warna cokelat pada tubuh dan warna silver pada pakaiannya diimpresikan sebagai sosok Kebo Iwa yang merupakan panglima perang.
Pakaian yang digunakan Kebo Iwa menandakan simbol status diri, serta kekuatan untuk mempertahankan Nusantara (Bali).
Pakaian perang, jubah dan pedang yang digenggam sebagai simbol dan lambang status diri Kebo Iwa yang sering disamakan dan disejajarkan dengan Maha Patih Gajah Mada.
Warna biru langit menandakan situasi yang cerah sehingga mendukung Kebo Iwa untuk berperang mempertahankan Nusantara (Bali).

Nama Kebo Iwa tidak asing lagi bahkan sangat terkenal bagi sebagian masyarakat Bali. Tidak hanya sebagai nama jalan, nama pura, nama bangunan tetapi juga sebagai sebuah mitos dan legenda yang diwariskan secara turun-temurun. Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan bahwa objek kerbau direpresentasikan oleh Suyadnya sebagai pemuda yang gagah, bertubuh tinggi besar dan sangat sakti. Badan dan tenaganya yang kuat seperti kerbau dipercaya dapat mengangkat batu-batu yang besar dan memindahkannya ke tempat-tempat yang diinginkannya. Sosok kebo iwa mengacu kepada sifat yang dimiliki oleh binatang kerbau bertubuh besar, kuat, tangguh, dan pantang menyerah. Menurut kepercayaan masyarakat Bali sosok kebo iwa disejajarkan dengan Maha Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.   
    
2.   The Guardian Series 2: Mendengar Kabar Burung
 
Gambar 4: The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung”,
 akrilik di atas kanvas, 130 × 130 cm, 2017,
(Dokumentasi Pribadi, 27 Februari 2017)

Karya Agus Putu Suyadnya yang kedua ini berukuran 130 × 130 cm yang dibuat dengan menggunakan cat akrilik pada tahun 2017. Sosok Kebo Iwa digambarkan ditangan kanannya sedang mengenakan tasbih (Japamala) berwarna cokelat yang dirangkai dengan benang berwarna putih. Dalam lukisan tersebut terdapat seekor burung berwarna putih yang hinggap di jemari tangan kirinya. Kedua tangan Kebo Iwa dibalut dengan kain berwarna cokelat. Sosok Kebo Iwa digambarkan dengan tubuh yang kekar, tangan yang berotot, dada yang besar, dan pandangan mata yang tertuju pada burung yang hinggap ditangan kirinya. Berikut analisis lukisan The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung” menggunakan struktur unsur triadik Peirce.
 
Gambar 5: Skema The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung”,

Menurut Pierce, hubungan antara tanda dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Analisis karya Suyadnya yang berjudul The Guardian Series 2 “Mendengar Kabar Burung” akan dilihat dalam kajian semiotika dan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2: Analisis   Ikon,  Indeks,  dan Simbol pada lukisan The Guardian
    Series 2 “Mendengar Kabar Burung”

Unsur
Warna
Bentuk
Properti
Situasi
Ikon
Warna tubuh gajah menyerupai warna tubuh gajah pada umumnya.
Seekor burung berwarna putih hinggap di tangan kirinya. Bentuk tubuh gajah digambarkan menyerupai bentuk tubuh manusia.
Japamala, ikat pinggang, kain berwarna jingga yang terbalut di kedua tangannya.
Situasi yang terlihat pada ikon bahwa sang gajah yang sedang bersiap siaga menunggu kabar dari sang burung dengan rasa cemas namun tetap menjaga dirinya dengan berdoa.
Indeks
Warna tubuh gajah menandakan bahwa gajah tersebut sudah dewasa.
Sang gajah yang sedang memegang japamala digunakan untuk berdoa agar daerah kekuasaannya (Bali) tetap terlindungi dari marabahaya.
Properti yang digunakan dan bentuk tubuh gajah  yang terlihat, menggambarkan bahwa gajah tersebut berjenis kelamin laki-laki.
Rasa sedih, muram dan gelisah terlihat dari ekspresi mata sang gajah.
Simbol
Warna putih pada burung melambang-kan kesucian. Warna putih pada benang japamala melambangkan kedamaian.
Rasa cemas yang terpancar dari sorot mata sang gajah menggambar-kan adanya tanggung jawab yang dipikul untuk melindungi Nusantara (Bali). Burung digambarkan sebagai pendamping/ teman sang gajah untuk mempertahankan Nusantara.
Japamala yang digenggam di tangan kanan sang gajah mengisyaratkan kedekatan sang gajah dengan Tuhan.
Warna putih yang digambarkan sebagai kabut di belakang sang gajah menggambarkan suasana kedamaian.

Berdasarkan skema dan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa Suyadnya memilih dua objek dalam lukisannya kali ini yaitu Gajah dan Burung. Gajah digambarkan sebagai seorang penjaga yang melindungi daerah kekuasaan kebo iwa. Dapat terlihat disini sang gajah membawa tasbih (Japamala) di tangan kanannya. Japamala tersebut sebagai simbol penolak bala/marabahaya pada daerah kekuasaan kebo iwa (Bali). Digambarkan bahwa Japamala tersebut dirangkai dengan benang berwarna putih, yang mempunyai makna untuk memohon kedamaian. Sedangkan, objek burung sebagai diimpresikan oleh Suyadnya sebagai pembawa kabar berita yang akan disampaikan kepada sang penjaga (gajah).

3.   The Guardian Series 3: Janji Sang Penakluk


Gambar 6: The Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk”,
 akrilik di atas kanvas, 130 × 130 cm, 2017,
(Dokumentasi Pribadi, 27 Februari 2017)

Karya Agus Putu Suyadnya ini merupakan karya lukis dengan ukuran 200 × 200 cm yang dibuat dengan menggunakan cat akrilik pada tahun 2017. Sosok Kebo Iwa digambarkan pada tangan kanannya sedang memegang pedang dengan erat berwarna putih keabu-abuan. Seekor burung dengan kepala hingga leher berwarna jingga menghadap ke kanan, di bagian atas badan berwarna coklat kehitaman, dan di bagian bawah hingga kaki berwarna putih terlihat sedang santai hinggap di tangan kiri Kebo Iwa. Warna hijau menyelimuti dari kepala hingga pundak Kebo Iwa lengkap dengan kedua gading putih yang melengkung kedepan. Warna coklat melekat pada tangan hingga kaki. Ikat pinggang berukuran besar berwarna coklat mengapit erat pada bagian perut. Sementara itu, kedua tangan Kebo Iwa dibaluti kain berwarna coklat begitupun di kaki kanannya. Sepatu coklat keemasan yang terlihat sangat kuat dan kokoh melengkapi penampilan primanya ini ditengah hutan belantara. Pandangan mata yang tajam kedepan, badan yang sigap dan gagah, begitupun kedua tangan dan kaki yang besar dan berotot.
Agar terlihat lekuk tubuh dan pergerakan Kebo Iwa yang gagah, Suyadnya menambahkan kain berwarna jingga yang terlihat terpasang melingkar di bagian pinggul Kebo Iwa. Tempat pedang berwarna putih pun juga telah disiapkan dan tergantung di bagian pinggul yang mengarah ke samping kiri. Garis-garis tebal mapun kecil berwarna putih kecoklatan digambarkan sebagai kayu atau akar yang menghalangi perjalanan Kebo Iwa di tengah hutan belantara. Sebagian besar bentuknya vertikal terutama pada bagian belakang Kebo Iwa. Di bagian bawah tepat disebelah kaki Kebo Iwa kayu-kayu atau akar-akar pohon terlihat melilit dibagian kaki kanan dan kiri Kebo Iwa. Berikut analisis lukisan The Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk”, menggunakan struktur unsur triadik Peirce.


 
Gambar 7: Skema The Guardian Series 3
“Janji Sang Penakluk”,

Menurut Pierce, hubungan antara tanda dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikin, indeks, dan simbol. Analisis karya Suyadnya yang berjudul The Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk” akan dilihat dalam kajian semiotika dan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3: Analisis   Ikon,  Indeks,  dan Simbol  pada lukisan berjudul The
    Guardian Series 3 “Janji Sang Penakluk”

Unsur
Warna
Bentuk
Properti
Situasi
Ikon
Warna tubuh gajah menyerupai warna tubuh gajah pada umumnya.
Bentuk tubuh gajah digambarkan menyerupai bentuk tubuh manusia. Terdapat seekor burung yang ada di dekat tangan kirinya.
Ikat pinggang, pedang, kain berwarna cokelat di kedua tangan, kain putih di dada dan di kaki kanan, kain jingga di pinggang, dan sepatu.
Situasi yang terlihat bahwa sang gajah menunjukkan sikap siap siaga dan bersemangat untuk berperang.
Indeks
Warna cokelat pada badan hingga kaki melambangkan sifat kedewasaan.
Kepalan tangan yang memegang pedang menunjukkan kesiapan untuk berperang dan melakukan perjalanan pengembaraannya dengan melewati berbagai ujian dan rintangan.
Properti dan lekuk tubuh menunjukkan bahwa sang gajah berjenis kelamin laki-laki.
Rasa semangat dan jiwa yang berani untuk berperang sebagai wujud ekspresi yang ada pada manusia.
Simbol
Warna putih yang terpancar di belakang sosok gajah mewakili sebuah rasa harapan yang besar untuk Kebo Iwa dalam menaklukkan rintangan di tengah hutan belantara.
Bentuk badan yang sigap, sorot mata yang tajam merupakan simbol keberanian dan kesiapan Kebo Iwa dalam menaklukkan Nusantara.
Pakaian yang digunakan sebagai simbol seorang prajurit yang sudah terbiasa mengemban amanah dalam menjemput janji-janjinya untuk menyatukan Nusantara.
Warna hitam pekat yang dituangkan dalam karya tersebut menyelimuti perjalanan Kebo Iwa sehingga suasananya terlihat mencekam.

Dari skema dan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa objek gajah diimpresikan sebagai sosok Kebo Iwa, seorang patih dan panglima kerajaan Bedaulu pada masa pemerintahan Sri Gajah Maktera. Kebo Iwa digambarkan sebagai pemuda yang gagah, bertubuh tinggi besar dan sangat sakti. Objek gajah diartikan mempunyai kemiripan fungsi dengan manusia yaitu memiliki kemampuan, kekuatan, dapat bergerak, dan sebagai simbol kecerdasan dan ketangkasan. Kebo Iwa diimpresikan sebagai penjaga/palang pintu (guardian) dalam terbentuknya nusantara (Bali). Suyadnya lebih mengedepankan sisi hero/kepahlawanan sang Kebo Iwa. Warna putih terpancar dibagian belakang Kebo Iwa. Ini menandakan bahwa Kebo Iwa sedang melakukan perjalanan pengembaraannya melewati beberapa ujian dan rintangan selama perjalanan dan semakin lama melangkah keadaan hutan belantara akan semakain gelap. Mata yang tajam tertuju kedepan dengan jelas membawa tujuan dan harapan Kebo Iwa dalam menyatukan Nusantara (Bali). Cengkraman tangan yang kokoh membawa pedang dibalut kain di kedua tangan dan kaki dibagian kanan melambangkan bahwa sosok Kebo Iwa sudah sering mengalami pengembaraan jauh menghadapi medan tempur apapun itu resikonya. Rasa sakit, luka, dan kepedihan hampir tak dirasakan oleh Kebo Iwa. Suyadnya sangat cerdik memberikan sentuhan visual dengan menambahkan kain putih yang membaluti kedua tangan, kaki kanan, dan dada, sekaligus sebagai simbol kekuatan akan rasa pedih yang dirasakan Kebo Iwa dalam mengarungi berbagai medan selama proses pengembaraannya itu. Ikat pinggang yang terlihat sangat kuat mengikat dan melekat di bagian perut sebagai pertahan Kebo Iwa dalam melakukan pergerakan dan mobilitasnya selama pengembaraan.
Burung kecil yang selalu menemani perjalanannya itu dapat dijadikan sebagai teman dan sebagai pengintai musuh yang hendak mendekat. Ruang gerak kaki yang terlihat cekatan dengan dibalut dengan sepatu yang kokoh ditengah lebatnya hutan belantara. Suyadnya mengambarkan kaki kanan di depan dan kaki kiri di belakang dengan posisi condong atau sedang membentuk posisi kuda-kuda, menandakan akan sigapnya sosok Kebo Iwa hingga memperhatikan detail setiap langkahnya. Postur badan yang sigap dan tegap dengan posisi tangan kanan yang memegang erat sebuah pedang sebagai simbol kesiapan sang Kebo Iwa untuk menjemput janji-janjinya. Sebuah sejarah yang menjadi akhir pergulatan antara patih kerajaan Bali dengan patih Gadjah Mada dari Majapahit yang bersumpah untuk menyatukan nusantara.


BAB III
KESIMPULAN

Suyadnya menggambarkan sosok kebo iwa yang rela mengorbankan hidupnya untuk menyatukan nusantara (Bali). Ketiga lukisan ini merupakan representasi wujud dan upaya kebo iwa untuk memperkuat dan memperkokoh kekerabatan dan jaringan dalam membangun partner spirit of Nusantara. Suyadnya juga merepresentasikan kecintaannya terhadap tanah kelahirannya (Bali) yang diwujudkan secara artistik dalam bentuk lukisan The Guardian Series dengan objek kerbau, gajah dan burung yang merupakan simbol kepercayaan masyarakat Bali.
Surealisme ini terlihat dari ketiga karya tersebut dimana Suyadnya menggambarkan sosok Kerbau, Gajah, dan burung yang seolah-olah mewakili dan merepresentasikan wujud, sifat, kebiasaan, dan tingkah laku yang dimiliki oleh manusia, dalam hal ini adalah Kebo Iwa yang disamakan dan disejajarkan dengan Maha Patih Gadjah Mada dari kerajaan Majapahit. Kebo Iwa digambarkan sebagai sosok pemuda yang gagah, bertubuh tinggi besar dan sangat sakti.
Suyadnya menggambarkan objek kerbau, gajah, dan burung sebagai bentuk representasi dari manusia. Gambaran Kebo Iwa dalam wujud Kerbau dan Gajah dapat diartikan sebagai simbol kekuatan dan ketangkasan sang guardian (penjaga) dalam mempertahankan dan melindungi nusantara (Bali).


DAFTAR PUSTAKA

D. Innis, Robert (ed.), 1986, Semiotic: An Introductory Reader,
London: Hutchinson.

Mc. Neese,Tim, 2006,Salvador Dali: The Great Hispanic Heritage,
USA: Infobase Publising.

NurKartikasari, Novia, 2015,Surealisme dan Metafora dalam
Kolase Visual Thief Karya Resatio Adi Putra, Tesis: Universitas Gadjah Mada.

Sahid, Nur, 2016, Semiotika untuk Teater, Tari, Wayang Purwa, dan
Film, Semarang: Gigih Pustaka Mandiri.

Suryana, Jajang, 2015, Tinjauan Seni Rupa,Yogyakarta: Graha
Ilmu.

van Zoest, Aart, 1993, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya
dan Apa yang kita Lakukan Dengannya, Jakarta: Yayasan Sumber Agung.




[1]Guardian diartikan sebagai a person who protects something (Seseorang yang melindungi sesuatu), Oxford Advanced Learner’s Dictionary.
[2]Duo Art Exhibition merupakan sebuah pameran seni seni rupa yang digelar di Bentara Budaya yaitu kolaborasi antara I Gede Arya Sucitra dan Agus Putu Suyadnya. Pameran ini dilaksanakan dari tanggal 21-28 Februari 2017.
[3] Surealisme berasal dari kata surreal yang memiliki arti more than real (lebih dari nyata), Tim Mc. Neese, Salvador Dali: The Great Hispanic Heritage, (USA: Infobase Publising, 2006), 12.
[4]Jajang Suryana, Tinjauan Seni Rupa, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), 203.
[5] Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu tanda. Selengkapnya baca Aart van Zoest, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993), 1.
[6]Nur Sahid, Semiotika untuk Teater, Tari, Wayang Purwa, dan Film, (Semarang: Gigih Pustaka Mandiri, 2016), 5-6.
[7] Charles S. Pierce, “Logic as Semiotic: The Theory of Signs”, dalam Robert E. Innis (ed.), Semiotic: An Introductory Reader, (London: Hutchinson, 1986), 6.
[8] Nur Sahid, 2016, 5.

1 komentar: